بسم الله الرحمن الرحيم
Ilmu
hadits adalah sentral mekanisme syara’ bagi umat Islam, yang berisi
segala larangan dan dasar-dasar hukum Islam. Dengan demikian, jelaslah
orang-orang yang memiliki keahlian dibidang hadits mempunyai status
kemuliaan dan derajat keutamaan yang paling tinggi. Secara interistik
mereka termasuk kategori sahabat, Karena Pengertian
sahabat pada hakikatnya adalah orang yang melihat dan meneliti tingkah
laku Nabi Muhammad saw serta menyaksikan tata cara beliau dalam segala
hal-ikhwal ibadahnya dan adat kebiasaannya. Sedangkan
orang-orang yang menggeluti ilmu hadits pada dasarnya adalah
rekonstruksi psikhis terhadap gambaran-gambaran yang terdapat di dalam
isi hadits serta menancapkan ke dalam pikirannya segala tingkah laku
Nabi saw. Oleh karena itu, mereka termasuk dalam hukum menyaksikan,
hanya saja mereka melihatnya tidak secara beraudiensi langsung.
Sufyan Al-Tsauri berkata, “Aku
tidak mengetahui ilmu yang paling utama setelah ilmu hadits, sebab
motivasi orang-orang yang berkecimpung didalamnya semata-mata karena
Allah. Semua aktifitas manusia membutuhkan ilmu hadits, sampai mengenai
persoalan makan dan minum. Oleh karena itu, ilmu hadits lebih utama dari
pada shalat sunnat atau puasa sunnat, sebab mempelajari ilmu hadits itu
fardhu kifayah.”
Maka
dari itu, begitu teramat pentingnya ilmu hadits kami mencoba untuk
menyusun sebuah makalah tentang biografi ahli-ahli hadits khususnya
biografi Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim. Karena ada pepatah mengatakan
tak kenal maka tak sayang, kita akan mengenal terlebih dahulu tentang
siapa itu Imam Al-Bukhari dan Imam Musliam, insyaAllah nanti kita akan
semangat dalam mempelajari hadits-hadits yang beliau riwayatkan kepada
kita semua. Dalam makalah ini akan dipaparkan tentang perjalanan hidup
beliau dalam meriwayatkan suatu hadits sampai kitab-kitab yang beliau
karang. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan
menjadi tolak ukur kita dalam mengenal ahli-ahli hadits yang telah berjasa dalam meriwayatkan hadits untuk kemaslahatan umat.
Mungkin
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan butuh perbaikan di akhir
kelak. Maka kami selaku penyusun menerima kritik untuk perbaikan dan
kesempurnaan makalah ini.
1. IMAM AL-BUKHARI (194–256 H / 810-870M)
A. Riwayat Hidupnya
Nama lengkap Imam Al-Bukhari adalah Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn Mughirah ibn Bardizbah Al-Ju’fi Al-Bukhari. Ju’fi adalah nama suatu daerah di negeri yaman, di mana kakek Imam Al-Bukhari, Mighirah ibn Bardizbah adalah seorang majusi yang kemudian menyatakan keislamannya di hadapan wali kota yang bernama al-Yaman ibn Ahnas Al-Ju’fi, yang karena itulah kemudian beliau dinasabkan dengan Al-ju’fi atas dasar wala’ al-Islam. Adapun
mengenai kakeknya, Ibrahim bin al-Mughirah, Ibnu Hajar al-‘Asqalani
mengatakan, “Kami tidak mengetahui (menemukan) sedikit pun tentang kabar
beritanya. ”Tentang ayahnya Imam Al-Bukhati, Ismail bin Ibrahim, Ibnu Hibban telah menuliskan tarjamah (biografi)-nya dalam kitabnya ats-Tsiqat
(orang-orang yang tsiqah/terpercaya) dan beliau mengatakan, “Ismail bin
Ibrahim, ayahnya al-Bukhari, mengambil riwayat (hadits) dari Hammad bin
Zaid dan Malik. Dan riwayat Ismail diambil oleh ulama-ulama Irak.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani juga telah menyebutkan riwayat hidup
ismail ini di dalam Tahdzibut Tahdzib. Ismail bin Ibrahim wafat ketika
Imam al-Bukhari masih kecil.
Imam
Al-Bukhari adalah ulama hadits yang sangat masyhur, beliau kelahiran
Bukhara suatu kota di Uzbekistan, wilayah Uni Sovyet, yang merupakan
simpang jalan antara Rusia, Persia, Hindia dan Tiongkok. Beliau di
lahirkan setelah shalat Jum’at, tanggal 13 Syawal 194 H atau 21 Juli 810 M. Beliau
dibesarkan dalam suasana rumah tangga yang ilmiah, tenang, suci dan
bersih dari barang-barang haram. Ayahnya, Ismail bin Ibrahim, ketika
wafat seperti yang diceritakan oleh Muhammad bin Abi Hatim, juru tulis
al-Bukhari, bahwa aku pernah mendengar Muhammad bin Kharasy mengatakan,
“Aku mendengar bahwa Ahid Hafs berkata, “Aku masuk menjenguk Ismail,
bapaknya Abu Abdillah (al-Bukhari) ketika beliau menjelang wafat, beliau
berkata, “Aku tidak mengenal dari hartaku barang satu dirham pun yang
haram dan tidak pula satu dirham pun yang syubhat.”
Pada waktu masih kanak-kanak
Imam Al-Bukhari sudah hapal Tujuh Puluh Ribu (70.000) hadits di luar
kepala. Dan bahkan dengan hanya melihat kitab saja, beliau langsung
hapal seluruh isi kitab tersebut, masaALLAH. Sejak umur kurang lebih 10 tahun,
beliau sudah hapal hadits dan menulisnya dengan banyak guru. Berikut
ini adalah pengakuannya “Aku telah menulis hadits tidak kurang dari 1080
orang ahli hadits/guru”, menurutnya Iman itu adalah ucapan dan tindakan
yang bisa bertambah dan juga bisa berkurang (di kutif dari syarah Asy
Syabarkhaiti ala al-Arba’in al-Nawawiyah). Ketika beliau berusia 14 tahun,
beliau sudah berhasil menampilkan kitab shahih yang berisikan Enam
Puluh Ribu (60.000) hadits. Setelah selesai menulis sebuah hadits,
beliau akan mandi kemudian sembahyang sebanyak dua rakaat. Pada usia 16 tahun, Imam Al-Bukhari telah berhasil menghafal beberapa buah buku tokoh ulama yang prominen, seperti Ibnu Mubarok, Waki’ dan lain-lain. Beliau juga telah memperoleh hadits dari beberapa huffadh, antara
lain Maky ibn Ibrahim, ‘Abdullah ibn ‘Usman Al-Marwazy’, ‘Abdullah ibn
Musa Al-‘Abbasy, Abu ‘Ashim Al-Saibany dan Muhammad ibn ‘Abdullah
Al-Ashari. Sedangkan ulama besar yang pernah mengambil hadits dari
beliau, antara lain Imam Muslim, Abu Zur’ah, Al-Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah
dan Al-Nasa’i.
Baliau merantau ke negeri Syam, Mesir Jazirah sampai dua kali, ke Basrah empat kali, ke Hijaz bermukim enam tahun dan pergi ke Baghdad
bersama-sama para ahli hadits yang lain sampai delapan kali. Imam
Al-Bukhari telah menuntut ilmu kepada ahli-ahli hadits yang popular pada
masa itu, di berbagai Negara, yaitu Hijaz, Syam, Mesir dan Irak.
Imam
Al-Bukhari meninggal dunia pada malam Selasa tahun 255 H, dalam usia 62
tahun kurang 13 hari, dengan tidak meninggalkan seorang anak pun
(menurut Prof. Dr. Muhammad Alawi Al-Maliki, dalam bukunya Ilmu Ushul
Hadits). Sedangkan ada pendapat lain yang menerangkan bahwa Imam
Al-Bukhari meninggal dunia pada hari Jum’at malam Sabtu setelah
sembahyang Isya’, bertepatan pada malam ‘Idul Fitri 1 Syawal 256 H atau 31 Agustus 870 M. Dan kemudian beliau dikebumikan sehabis sembahyang Dhuhur pada hari Sabtu, di Khirtank, suatu kampung tidak jauh dari samarkan (menurut Drs. Munzier Suparto, M.A, dalam bukunya Ilmu Hadits).
B. Sekelumit Cerita Tentang Imam Al-Bukhari
Pada suatu hari, ketika Imam Al-Bukhari pergi ke Baghdad, para ulama hadits di Baghdad
bersepakat untuk menguji ulama muda yang mulai menanjak namanya. Mereka
terdiri dari 10 orang ahli hadits yang masing-masing akan mengutarakan
10 hadits yang susunan sanad dan matannya telah ditukar-tukar untuk
diujikan kepada beliau. Imam Al-Bukhari diundang pada suatu pertemuan
umum yang dihadiri juga oleh Muhadditsin dari dalam dan luar kota.
Bahkan di undang pula ulama dari Khurasan. Satu demi satu dari 10 ulama
ahli hadits mengemukakan hadits yang mereka persiapkan. Jawaban beliau
terhadap setiap hadits yang dikemukakan mulai dari penanya pertama
sampai kepada penanya terakhir adalah “Saya tidak mengetahuinya”. Mereka
yang merencanakan pengujian itu, mengambil kesan bahwa hafalan dan
pengetahuan Imam Al-Bukhari tentang hadits minim dan lmah serta jelek
sekali.
Setelah
semua selesai membacakannya, kemudian Imam Al-Bukhari menerangkan dan
membetulkannya, dan kemudian mengembalikan sanad-sanad yang sudah di
acak itu sesuai dengan matan awal. Para ulama yang hadir tercengang dan terpaksa harus mengakui kepandaian, ketelitian dan hafalannya dalam ilmu hadits.
Ø Terusirnya Imam Al-Bukhari Dari Bukhara
Ghonjar
mengatakan dalam kitab Tarikhnya, “Aku mendengar Ahmad bin Muhammad bin
Umar berkata, “Aku mendengar Bakar bin Munir mengatakan, “Amir Khalid
bin Ahmad Adz-Dzuhail, amir penguasa Bukhara, mengirim utusan kepada
Muhammad bin Ismail, yang isinya, “Bawalah padaku kitab Jaami’ush Shahih
dan at-Tarikh supaya aku bisa mendengar dari kamu.” Maka, berkatalah
al-Bukhari kepada utusan tersebut, “Katakanlah kepadanya bahwa
sesungguhnya aku tidak akan merendahkan ilmu dan aku tidak akan membawa
ilmuku itu ke hadapan pintu para sultan. Apabila dia butuh (jika ilmu
itu dikehendaki), maka hendaknya dia datang kepadaku di masjidku atau di
rumahku. Kalau hal ini tidak menyenangkan wahai sultan, maka laranglah
aku untuk mengadakan majlis ilmu, supaya pada hari kiamat aku punya
alasan di hadapan Allah bahwa aku tidak menyembunyikan ilmu.” Ghonjar
mengatakan, “Inilah yang menyebabkan terjadinya krisis di antara
keduanya.”
Al-Hakim
berkata, “Aku mendengar Muhammad bin al-‘Abbas adh-Dhobby mengatakan,
“Aku mendengar Abu Bakar bin Abu Amr berkata, “Perginya Abu Abdillah
al-Bukhari dari negeri Bukhara disebabkan Khalid bin Ahmad Khalifah bin
Thahir meminta beliau untuk hadir di rumahnya supaya membacakan kitab
at-Tarikh dan al-Jaami’ush Shahih kepada anak-anaknya, tapi beliau
menolak. Beliau katakan, “Aku tidak mempunyai waktu jika hanya
orang-orang khusus yang mendengarkannya (mendengarkan ilmuku). Maka
Khalid bin Ahmad meminta tolong kepada Harits bin Abi al-Warqa` dan
lainnya dari penduduk Bukhara untuk bicara mempermasalahkan madzhabnya. Akhirnya Khalid bin Ahmad mengusir beliau dari Bukhara.
Demikianlah
sekelumit cerita tentang Imam Al-Bukhari, beliau juga pernah difitnah
sebagai orang yang mengatakan, bahwa bacaanku terhadap al-Qur’an adalah
makhluk. Padahal beliau tidak mengatakan demikian dan bahkan secara
tegas beliau membantah bahwa orang yang membawa berita tersebut adalah
pendusta. Beliau bahkan mengatakan, “Bahwa al-Qur’an adalah kalamullah
bukan makhluk, sedangkan perbuatan-perbuatan hamba adalah makhluk.”
(Hadyu as-Sari Muqadimah Fathul Bari bagian akhir halaman 490-491).
C. Karya-Karya Imam Al-Bukhari
1. Al-Jami’
Al-Musnad Al-Shahih Al-Mukhtashr min Umur Rasulillah wa Sunanih wa
Ayyamihi atau bisa disebut juga “Shahih Al-Bukhari”. Kitab ini berisikan
hadits-hadits shahih semuanya, ujarnya : “Saya tidak memasukan dalam
kitabku ini, kecuali shahih semuanya”. Jumlah hadits yang ditulis dalam
kitab ini ada yang mu’allaq dan muttabi’. Yang mu’alaq sejumlah 1341
buah, dan yang muttabi’ sebanyak 384 buah (ini khilaf), jadi seluruhnya
berjumlah 8122 buah, di luar
yang maqthu’ dan mauquf. Sedang jumlah yang tulen saja, yakni tanpa
berulang, tanpa mu’alaq dan muttabi’ 2513 buah. Menurut jumhur ulama
ahli hadits, kitab Al-Jami’ merupakan kitab hadits yang paling shahih
setelah Al-Qur’an.
2. Qadhaya
Al-Shahabah wa Al-Tabi’in. Kitab ini dikarang ketika berusia 18 tahun,
dan sekarang tidak ada kabar berita tentang kitab tersebut.
3. Al-Tharikhu Al-Kabir (8 jilid) telah tiga kali terbit dan tiga kali direvisi.
4. Al-Tharikhu Al-Ausath
5. Al-‘Adabu Al-Munfarid
6. Birru Al-Walidain
7. Karya
lainnya adalah Qira’at Khalf Al-Imam, Al-Tafsir Al-Kabir, Al-Musnad
Al-Kabir, Al-Adab Al-Mufrad, Raf’ Al-Yadain, Al-Dhu’afa, Al-Jami’
Al-Kabir, Al-Asyribah.
D. Kekaguman para Ulama Tentang Keshahihan Imam Al-Bukhari
Kitab shahih Al-Bukhari telah memperoleh penghargaan tinggi dari para ulama. Terhadap kitabnya, mereka telah memberikan pernyataan, bahwa shahih All-Bukharu adalah satu-satunya kitab yang paling shahuh sesudah Al-Qur’an. Contoh
Kekaguman Orang terhadap Al-Imam al-Bukhari rahimahullah, merupakan
barometer bagi guru-gurunya dan manusia yang tahu dan hidup pada
zamannya maupun sesudahnya. al-Imam al-Hafizh adz Dzahabi dan al-Hafizh
Ibnu Hajar al-‘Asqalani telah menyebutkan secara khusus tentang pujian
dan jasa-jasa beliau dalam kitabnya masing-masing. Adz-Dzahabi dalam
Tadzkiratul huffaazh dan Ibnu Hajar dalam Tahdzibut Tahdzib.
Berikut
ini beberapa contoh pujian dan kekaguman mereka. Muhammad bin Abi Hatim
mengatakan, bahwa aku mendengar Yahya bin Ja’far al-Baikundi berkata,
“Seandainya aku mampu menambahkan umur Muhammad bin Ismail (al-Bukhari)
dengan umurku, niscaya aku lakukan sebab kematianku hanyalah kematian
seorang sedangkan kematiannya berarti lenyapnya ilmu.” Raja’ bin Raja’
mengatakan, “Dia, yakni al-Bukhari, merupakan satu ayat di antara
ayat-ayat Allah yang berjalan di atas permukaan bumi.” Abu Abdullah
al-Hakim dalam Tarikh Naisabur berkata, “Dia adalah Imam Ahlul hadits,
tidak ada seorang pun di antara Ahlul Naql yang mengingkarinya.”
2. IMAM MUSLIM (204-261 H / 820-875 M)
A. Riwayat Hidupnya
Nama lengkap Imam Muslim adalah Abu Al-Husain Muslim ibn Hajjaj ibn Muslim Al-Qusyairi Al-Naisabury.
Beliau dinisbatkan kepada Naisabury kerena beliau adalah putra
kelahiran Naisabur, beliau juga dinisbatkan kepada nenek moyangnya
Qusyair ibn Ka’ab ibn Rabi’ah ibn Sha-sha’ah keluarga bangsawan besar.
Imam Muslim adalah salah seorang di antara panji-panji ahli hadits yang
berkedudukan sebagai Imam, Hafidz, dan kuat posisinya.
Menurut
Al-Hafidz Ibnu Al-Ba’i dalam kitabnya ‘Ulamau Al-Anshari’, bahwa Imam
Muslim di lahirkan di Naisabur pada tahun 206 H atau 820 M yakni kota
kecil di Iran bagian Timur Laut. Beliau di besarkan dalam lingkungan
keluarga berpendidikan yang haus akan ilmu hadits. Akibat karakternya
yang terbentuk dalam lingkungan keluarga yang demikian itu, telah
mendorongnya menuntut ilmu kepada guru-guru yang memiliki nama besar di
Negara-negara Islam. Di Khurasan (Iran),
beliau berguru kepada Yahya dan Ishan bin Rahuya. Di Rayyi beliau
belajar Ilmu hadits kepada Muhammad bin Mihran. Di Irak beliau belajar
ilmu hadits kepada Ahmad bin Hambal dan Abdullah Bin Maslamah. Dan di
Hijaz beliau berguru Hadits kepada Amr bin Sawad dan Hamalah bin Yahya.
Imam Muslim juga mempunyai guru hadits sangat banyak sekali, diantaranya adalah: Usman bin Abi
Syaibah, Abu Bakar bin Syaibah, Syaiban bin Farukh, Abu Kamil al-Juri,
Zuhair bin Harab, 'Amar an-Naqid, Muhammad bin Musanna, Muhammad bin
Yasar, Harun bin Sa'id al Aili, Qutaibah bin sa'id dan lain sebagainya.
Imam
Muslim wafat pada hari Ahad sore bulan Rajab 261 H atau 875 M, dan
dikebumikan pada hari senin di kampung Nasr Abad daerah Naisabur. Beliau
wafat dalam usia 55 tahun.
- Kehidupan dan Pengembaraannya
Kehidupan
Imam Muslim penuh dengan kegiatan mulia. Beliau merantau ke berbagai
negeri untuk mencari hadits. Dia pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan
negara-negara lainnya. Dia belajar hadits sejak masih kecil, yakni mulai
tahun 218 H. Dalam perjalanannya, Muslim bertemu dan berguru pada ulama
hadis.
Imam Muslim berulangkali pergi ke Bagdad untuk belajar hadits, dan kunjungannya yang terakhir tahun 259 H. Ketika Imam Bukhari datang ke Naisabur, Muslim sering berguru kepadanya. Sebab dia mengetahui kelebihan ilmu Imam Bukhari. Ketika terjadi ketegangan antara Bukhari dengan az-Zuhali, dia memihak Bukhari. Sehingga hubungannya dengan az-Zuhali menjadi putus. Dalam kitab syahihnya maupun kitab lainnya, Muslim tidak memasukkan hadits yang diterima dari az-Zuhali, meskipun dia adalah guru Muslim. Dan dia pun tidak memasukkan hadits yang diterima dari Bukhari, padahal dia juga sebagai gurunya. Bagi Muslim, lebih baik tidak memasukkan hadits yang diterimanya dari dua gurunya itu. Tetapi dia tetap mengakui mereka sebagai gurunya.
C. Karya-karya Imam Muslim
Imam muslim mempunyai kitab hasil tulisannya yang jumlahnya cukup banyak. Di antaranya adalah :
1. Al-Jamius
Syahih yang judul aslinya, Al-Musnad Al-Shahih Al-Mukhtashar min
Al-Sunan ibn Naql Al-‘Adl ‘an Al-‘Adli ‘an Rasul Allah. Kitab shahih ini
berisikan 7273 buah hadits, termasuk dengan yang terulang. Kalau di
kurangi dengan hadits-hadits yang terulang tinggal 4000 buah hadits.
2. Al-Musnadul Kabir Alar Rijal
3. Kitab al-Asma' wal Kuna
4. Kitab al-Ilal
5. Kitab al-Aqran
6. Kitab Sualatihi Ahmad bin Hanbal
7. Kitab al-Intifa' bi Uhubis Siba'
8. Kitab al-Muhadramain
9. Kitab Man Laisa Lahu illa Rawin Wahidin
10. Kitab Auladus Sahabah
11. Kitab Auhamul Muhadisin.
12. dll.
Kitabnya
yang paling terkenal sampai kini ialah Al-Jamius Syahih atau Syahih
Muslim. Di antara kitab-kitab di atas yang paling agung dan sangat
bermanfaat luas, serta masih tetap beredar hingga kini ialah Al Jami’
as-Sahih, terkenal dengan Sahih Muslim. Kitab ini merupakan salah satu
dari dua kitab yang paling sahih dan murni sesudah Kitabullah. Kedua
kitab Sahih ini diterima baik oleh segenap umat Islam. Imam Muslim telah
mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meneliti dan mempelajari keadaan
para perawi, menyaring hadits-hadits yang diriwayatkan, membandingkan
riwayat riwayat itu satu sama lain. Muslim sangat teliti dan hati-hati
dalam menggunakan lafaz-lafaz, dan selalu memberikan isyarat akan adanya
perbedaan antara lafaz-lafaz itu. Dengan usaha yang sedemikian rupa,
maka lahirlah kitab Sahihnya. Bukti kongkrit mengenai keagungan kitab
itu ialah suatu kenyataan, di mana Muslim menyaring isi kitabnya dari
ribuan riwayat yang pernah didengarnya. Diceritakan, bahwa ia pernah
berkata: "Aku susun kitab Sahih ini yang disaring dari 300.000 hadits."
Diriwayatkan dari Ahmad bin Salamah, yang berkata : "Aku menulis bersama Muslim untuk menyusun kitab Sahihnya itu selama 15 tahun. Kitab itu berisi 12.000 buah hadits. Dalam pada itu, Ibn Salah menyebutkan dari Abi Quraisy al-Hafiz, bahwa jumlah hadits Sahih Muslim itu sebanyak 4.000 buah hadits. Kedua pendapat tersebut dapat kita kompromikan, yaitu bahwa perhitungan pertama memasukkan hadits-hadits yang berulang-ulang penyebutannya, sedangkan perhitungan kedua hanya menghitung hadits-hadits yang tidak disebutkan berulang. Imam Muslim berkata di dalam Sahihnya: "Tidak setiap hadits yang sahih menurutku, aku cantumkan di sini, yakni dalam Sahihnya. Aku hanya mencantumkan hadits-hadits yang telah disepakati oleh para ulama hadits." Imam Muslim pernah berkata, sebagai ungkapan gembira atas karunia Tuhan yang diterimanya: "Apabila penduduk bumi ini menulis hadits selama 200 tahun, maka usaha mereka hanya akan berputar-putar di sekitar kitab musnad ini."
Ketelitian dan kehati-hatian Muslim terhadap hadits yang diriwayatkan dalam Sahihnya dapat dilihat dari perkataannya sebagai berikut : "Tidaklah aku mencantumkan sesuatu hadits dalam kitabku ini, melainkan dengan alasan; juga tiada aku menggugurkan sesuatu hadits daripadanya melainkan dengan alasan pula." Imam Muslim di dalam penulisan Sahihnya tidak membuat judul setiap bab secara terperinci. Adapun judul-judul kitab dan bab yang kita dapati pada sebagian naskah Sahih Muslim yang sudah dicetak, sebenarnya dibuat oleh para pengulas yang datang kemudian. Di antara pengulas yang paling baik membuatkan judul-judul bab dan sistematika babnya adalah Imam Nawawi dalam Syarahnya.
- Pujian para Ulama
Apabila Imam Bukhari sebagai ahli hadits nomor satu, ahli tentang ilat-ilat (cacat) hadits dan seluk beluk hadits, dan daya kritiknya sangat tajam, maka Imam Muslim adalah orang kedua setelah Bukhari, baik dalam ilmu, keistimewaan dan kedudukannya. Hal ini tidak mengherankan, karena Imam Muslim adalah salah satu dari muridnya. Al-Khatib al-Bagdadi berkata: "Muslim telah mengikuti jejak Bukhari, mengembangkan ilmunya dan mengikuti jalannya." Pernyataan ini bukanlah menunjukkan bahwa Muslim hanya seorang pengikut saja. Sebab ia mempunyai ciri khas tersendiri dalam menyusun kitab, serta memperkenalkan metode baru yang belum ada sebelumnya.
Imam Muslim mendapat pujian dari ulama hadis dan ulama lainnya. Al-Khatib al-Bagdadi meriwayatkan dari Ahmad bin Salamah, katanya "Saya melihat Abu Zur'ah dan Abu Hatim selalu mengutamakan Muslim bin al-Hajjaj dari pada guru-guru hadits lainnya. Ishak bin Mansur al-Kausaj berkata kepada Muslim: "Kami tidak akan kehilangan kebaikan selama Allah menetapkan engkau bagi kaum muslimin."
Ishak bin Rahawaih pernah mengatakan: "Adakah orang lain seperti Muslim?". Ibnu Abi Hatim mengatakan: "Muslim adalah penghafal hadits. Saya menulis hadits dari dia di Ray." Abu Quraisy berkata: "Di dunia ini, orang yang benar- benar ahli hadits hanya empat orang. Di antaranya adalah Muslim." Maksudnya, ahli hadits terkemuka di masa Abu Quraisy. Sebab ahli hadits itu cukup banyak jumlahnya.
- Keutamaan Shahih Al-Bukhari terhadap Shahih Muslim
Sudah
di maklumi bahwa shahih Al-Bukhari dan shahih Muslim merupakan dua
kitab yang paling shahih sesudah Al-Qur’an. Melalui kitab itu
panji-panji sunnah menjadi lebih berkibar, lebih intens perspektifnya,
lebih melebar perkembangannya pada masa-masa sesudahnya, karena pengaruh
kedua kitab shahih itu terhadap orang-orang yang datang sesudahnya.
Eksitensi kedua kitab itu telah membuktikan adanya gerakan menghimpun
dan meriwayatkan hadits pada masa Al-Bukhari dan Muslim, sehingga
derajat kedua kitab itu tidak bisa ditandingi oleh karya imam-imam
hadits yang dating sesudahnya.
Mengenai
perbandingan antara shahih Al-Bikhari dan shahih Muslim, Imam An-Nawawi
di dalam pendahuluan kitab Syarah Shahih Muslim, mengatakan, “Para
ulama telah bersesuaian pendapat bahwa kitab-kitab yang paling shahih
sesudah Al-Qur’an ialah dua kita shahih, pertama Shahih Al-Bukhari dan
kedua Shahih Muslim, dan kedua kitab itu telah di terima oleh seluruh
umat Islam.
Kita
Shahih Al-Bukhari adalah paling shahih, banyak mengandung faedah dan
pengetahuan di antara kedua kitab tersebut. Adalah shahih riwayat yang
menyebutkan, bahwa Imam Muslim mengambil faedah dari shahih Al-Bukhari.
Imam Muslim sendiri telah mengakui, Al-Bukhari sebagai orang yang tidak
ada bandingannya dalam bidang ilmu hadits. Pendapat An-Nawawi itu juga
dikuatkan oleh pernyataan Imam Muslim sendiri terhadap Al-Bukhari,
“Tidak ada orang yang marah kepadamu (Al-Bukhari) kecuali orang yang
dengki, dan aku bersaksi bahwa di dunia ini tidak ada orang yang
sepertimu.
Imam
Al-Dzahabi berkata, “Bahwasanya shahih Al-Bukhari adalah satu-satunya
kitab Islam yang paling utama setelah Al-Qur’an. Karenanya, sekiranya
ada seseorang berpergian jauhsampai beribu-ribu pos hanya semata-mata
untuk mendengarkan Shahih Al-Bukhari, niscaya kepergiannya itutidak
sia-sia.”
Ibnu Hajar berkata, “Para
ulama sepakat mengakui Al-Bukhari lebih mulia dari Muslim, karena
Muslim adalah lulusannya, dia senantiasa mengambil faedah dari
Al-Bukhari dan mengikuti jejak-jejeknya. Al-Daaruquthni berkata, “Bahwa
apa yang dilakukan Muslim mengambil dari Shahih Al-Bukhari. Dan karena
itu, Muslim memduduki posisi meriwayatkan dari Al-Bukhari dengan
menambahkan beberapa tambahan.
Akan
tetapi terlepas dari itu semua, kita sebagai orang yang sedang
mempelajari Ilmu Hadits harus meyakini bahwa Shahih Al-Bukahri dan
Shahih Muslim adalah sumber hokum kedua setelah Al-Qur’an.
Sebagaimana pernyataan seorang ulama dalam syairnya yang berbunyi :
“Orang-orang berbeda pendapat terhadap Al-Bukhari dan Muslim, siapa di antara keduanya
yang paling utama, maka aku berpendapat, jika Al-Bukhari lebih utama,
itu dari segi keshahihan haditsnya, dan jika Muslim lebih utama, itu
dari segi system penyusunannya.”
KESIMPULAN DAN RANGKUMAN
1. Nama lengkap Imam Al-Bukhari adalah Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn Mughirah ibn Bardizbah Al-Ju’fi Al-Bukhari. Imam
Al-Bukhari lahir di Bukhara suatu kota di Uzbekistan, wilayah Uni
Sovyet, yang merupakan simpang jalan antara Rusia, Persia, Hindia dan
Tiongkok. Beliau lahir setelah shalat Jum’at, tanggal 13 Syawal 194 H atau 21 Juli 810 M.
2. Imam
Al-Bukhari meninggal dunia pada malam Selasa tahun 255 H, dalam usia 62
tahun kurang 13 hari, dengan tidak meninggalkan seorang anak pun (menurut Prof. Dr. Muhammad Alawi Al-Maliki, dalam bukunya Ilmu Ushul Hadits).
Sedangkan ada pendapat lain yang menerangkan bahwa Imam Al-Bukhari
meninggal dunia pada hari Jum’at malam Sabtu setelah sembahyang Isya’,
bertepatan pada malam ‘Idul Fitri 1 Syawal 256 H atau 31 Agustus 870 M. Dan kemudian beliau dikebumikan sehabis sembahyang Dhuhur pada hari Sabtu, di Khirtank, suatu kampung tidak jauh dari samarkan (menurut Drs. Munzier Suparto, M.A, dalam bukunya Ilmu Hadits).
3. Nama lengkap Imam Muslim adalah Abu Al-Husain Muslim ibn Hajjaj ibn Muslim Al-Qusyairi Al-Naisabury. Menurut
Al-Hafidz Ibnu Al-Ba’i dalam kitabnya ‘Ulamau Al-Anshari’, bahwa Imam
Muslim di lahirkan di Naisabur pada tahun 206 H atau 820 M yakni kota
kecil di Iran bagian Timur Laut.
4. Imam
Muslim wafat pada hari Ahad sore bulan Rajab 261 H atau 875 M, dan
dikebumikan pada hari senin di kampung Nasr Abad daerah Naisabur. Beliau
wafat dalam usia 55 tahun.
5. Orang-orang berbeda pendapat terhadap Al-Bukhari dan Muslim, siapa di antara keduanya
yang paling utama, maka aku (pernyataan ulama) berpendapat, jika
Al-Bukhari lebih utama, itu dari segi keshahihan haditsnya, dan jika
Muslim lebih utama, itu dari segi system penyusunannya.
6. Telah
diakui oleh Jumhur ulama, bahwa shahil Al-Bukhari adalah
seshahih-shahih kitab hadits dan sebesar-besar pemberi faedah, sedang
shahih Muslim secermat-cermat isnadnya dan sekurang-kurang
perulangannya, sebab sebuah hadits yang telah beliau letakkan pada suatu
maudhu’, tidak lagi ditaruh di maudhu’ lain. Jadi Kitab shahih ini
berada satu tingkat di bawah shahih Bukhari.