Hidayatullah.com--Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Surabaya KH. Muchid Murtadho minta pemerintah Jawa Timur segera menutup lokalisasi pelacuran di seluruh daerah di Jawa Timur maksimal tahun 2013 ini juga. Untuk memberikan usaha ekonomi para mantan Wanita Tuna Susila (WTS), diusulkan agar pemerintah membangun bekas lokalisasi itu menjadi sentra ekonomi berupa kegiatan usaha dengan memberikan modal cuma-cuma kepada mantan WTS dan germo.
“Selama ini kan kita selalu bicara bagaimana memikirkan kelangsungan hidup para mantan WTS dan germonya itu. Ini juga tugas pemerintah untuk menyiapkannya. Kami usul agar tempat bekas lokalisasi itu dibangun pusat kegiatan usaha berupa kios-kios dan diberikan kepada mantan WTS dan germo itu cuma-cuma. Kalau perlu ditambah dengan modal awal secara hibah,” tegasnya dikutip MUIonline, usai bersilaturrahim ke MUI Pusat, di Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (05/03/2013).
MUI Kota Surabaya yang dipimpin Ketua Umumnya KH. Muchid Murtadho bersilaturrahim dengan Pengurus MUI Pusat menyampaikan berbagai persoalan di daerahnya.
Ikut mendampingi Muchid sejumlah Pegurus MUI Kota Surabaya antara lain Sekretaris Umum KH. Munif, Wakil Ketua KH. Syakroni, dan Wakil Ketua KH. Chalid Marzuki. Sementara dari Pengurus MUI Pusat hadir antara lain Wakil Sekjen Drs. Natsir Zubaidi dan Bendahara Drs. H. Chunaini Saleh.
Wakil Sekjen MUI Pusat Natsir Zubaidi mengemukakan, penutupan lokalisasi WTS memang tugas yang tidak bisa ditawar lagi. Tetapi tentunya juga harus dipikirkan keberlanjutan hidup para mantan WTS dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Kita harus ikut memikirkan agar mantan WTS bisa melanjutkan mengembangkan ekonomi mereka. Sebab, kebanyakan para WTS sulit untuk berhenti dari pekerjaan tercelanya itu karena khawatir tidak bisa melanjutkan hidup karena tidak mempunyai pekerjaan.
Menurut Muchid, selama ini sebenarnya sudah ada anggaran untuk pengembangan ekonomi para mantan WTS maupun germonya itu. Tetapi, sering anggaran pemerintah itu dikorup oleh aparat pemerintahnya. Karena itu, kami berharap agar anggaran untuk pengembangan ekonomi mereka nantinya benar-benar sampai ke tangan mereka secara utuh.
“Kita ini kelompok ulama. Sementara kita tidak bisa melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Di depan mata kita berkeliaran kemungkaran berupa pelacuran, sementara kita ini diam saja. Bagaimana pertanggung jawaban kita di hadapan Allah kelak di hari kiamat. Doa-doa kita sulit untuk dikabul, kalau kita cuma diam saja, sementara di sekitar kita banyak kemungkaran dan kemaksiatan. Lalu kita cuma berdiam diri saja,” kata Muchid mengeluhkan.
Karena itu, MUI Kota Surabaya akan mendorong terus pihak pemerintah, baik di tingkat walikota maupun gubernur agar setahun ini juga lokalisasi pelacuran bisa dihapus sama sekali di seluruh daerah Provinsi Jawa Timur. Sedang bekas tempat lokalisasi itu nantinya agar dibuat sentra usaha berupa kios-kios dan diberikan secara cuma-cuma kepada mantan WTS dan germo.
“Kita malu pada mantan gubernur Jakarta Pak Sutiyoso. Beliau bisa menutup lokalisasi besar, kenapa kita tidak bisa,” ujarnya.
Pimpinan Pondok Pesantren Tebuireng KH. Salahuddin Wahid pernah menulis, di Jawa Timur terdapat 47 lokalisasi pelacuran dengan 1.031 mucikari dan 7.127 WTS yang tersebar di 33 kota.
Bulan Desember lalu, sebanyak 22 wisma atau tempat bekerja para wanita tuna susila di Lokalisasi Tambakasri Kota Surabaya, resmi ditutup. Penutupan tersebut dipimpin langsung Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dengan memasang pelat bertulisan Rumah Tangga di salah satu wisma di Lokalisasi Tambakasri.*