Ia adalah salah satu “singa” Islam di belahan bumi Syam, yang
menyirami jalan ini dengan darahnya. Janggutnya yang telah memutih tak
membuat kegagahan dan keberaniannya berkurang sedikitpun. Kulitnya yang
tak muda lagi tak membuat tangannya lemah mengangkat senjata.
Sniper yang satu ini sangat terkenal di kalangan mujahidin provinsi
Homs, Suriah. Nama lengkapnya adalah Ridwan Ahmad Nuhaili, sedangkan
nama panggilannya adalah Abu Hamzah. Dengan keahliannya sebagai sniper
jitu di jajaran mujahidin, ia pun dijuluki Abu Hamzah Al-Qannash, alias
Abu Hamzah Sang Sniper.
Ia adalah sniper kota Khalidiyah, seorang syahid dan simbol ketegaran rakyat muslim Suriah di medan jihad.
Setiap peluru yang ditembakkan Abu Hamzah untuk melindungi nyawa
anak-anak, wanita dan orang tua di Homs dari ancaman peluru dan bayonet
tentara rezim Nushairiyah Suriah, atau milisi Syiah Shabihah akan
menjadi sebab turunnya rahmat Allah bagi sang sniper (in syaa Allah).
Tinta emas akan mencatat namanya dalam sejarah jihad kaum Muslimin.
Hamba Allah yang telah mengorbankan harta dan nyawanya demi melindungi
umatnya, memperjuangkan kemerdekaan dan menegakkan syariat Rabbnya.
Situs-situs koordinator lokal di Homs dan Dier Ezzur, menceritakan
sepenggal kisah tentang riwayat hidup dan perjalanan jihadnya.
Dari intel negara sampai menjadi sniper mujahidin di Fallujah
Siapa sangka mujahid Islam hebat ini dahulunya adalah seorang intelijen negara?
Ridhwan Ahmad Nuhaili, dijuluki “Izrail Khalidiyah” . Ya, ia laksana
malaikat maut yang senantiasa mengincar nyawa para jagal biadab tentara
rezim Nushairiyah Suriah dan milisi Syiah Shabihah.
Ridhwan Nuhaili dilahirkan di kota Homs, provinsi Homs pada tahun
1965. Ia telah menikah dan dikaruniai empat orang anak yang masih
kecil-kecil.
Ia pernah bekerja di Dinas Intelijen Nasional Suriah selama beberapa
tahun. Keahliannya dalam menembak sangat dikenal di kesatuannya,
sehingga ia mencapai pangkat perwira dengan tingkat keahlian yang sangat
tinggi. Pada tahun 1989 ia mengajukan pengunduran diri dari kesatuan
elitnya dan memilih hidup sebagai rakyat biasa.
Pada tahun 2003, saat pasukan penjajah salibis AS dan NATO menginvasi
Irak, Ridhwan Nuhaili dan banyak pemuda muslim Homs lainnya menyeberang
ke bumi jihad Irak. Mereka bergabung dengan mujahidin Ahlus Sunnah di
kota Fallujah. Posisinya dalam regu sniper andalan mujahidin Fallujah
membuatnya senantiasa berada di garis pertempuran terdepan melawan
pasukan salibis AS dan NATO. Fallujah benar-benar menjadi kuburan bagi
ribuan pasukan salibis Barat itu.
Sekitar tahun 2008, Ridhwan Nuhaili kembali ke kampung halamannya di
kota Khalidiyah, Homs. Ia harus bekerja menafkahi istri dan anak-anak
yang telah ia tinggalkan selama kurang lebih lima tahun masa jihadnya di
Irak.
Hanya sekitar tiga tahun setelah kepulangannya dari medan jihad di
Irak, revolusi rakyat muslim Suriah meletus. Rakyat muslim Suriah
melakukan aksi-aksi demonstrasi damai untuk menjatuhkan rezim
Nushairiyah Suriah yang telah menindas rakyat sejak lebih dari 40 tahun
yang lalu.
Ridhwan Nuhaili berada di barisan pelopor penggerak revolusi di kota
Khalidiyah. Dari masjid jami’ An-Nur, ia menghasung penduduk desanya
untuk keluar dalam aksi-aksi demonstrasi menuntut lengsernya rezim
Nushairiyah Suriah. Ia tidak pernah berhenti meneriakkan yel-yel
perjuangan dalam berbagai aksi demonstrasi yang diadakan di desa-desa
dan kota Khalidiyah. Sungguh, semangat kepemudaannya masih sangat
membara.
Sudah tentu, pasukan dan kepolisian rezim Nushairiyah Suriah merespon
demonstrasi-demonstrasi damai itu dengan mengarahkan peluru senapan dan
tank militer. Bayonet para tentara, polisi dan milisi Syiah Shabihah
membantai anak-anak, wanita dan orang-orang dewasa di Homs dengan keji.
Pembantaian-pembantaian biadab itu juga dilakukan oleh tentara, polisi
dan milisi Syiah Shabihah di seantero wilayah Suriah yang tengah
bergejolak oleh semangat revolusi.
Ridhwan Nuhaili tidak bisa diam melihat kebiadaban-kebiadaban yang
dilakukan oleh tentara, polisi dan milisi Syiah Shabihah itu. Ia tidak
rela melihat penduduk desa dan kotanya disembelih dengan cara yang tidak
manusiawi, padahal mereka tidak melakukan tindakan kejahatan apapun.
Maka ia pun memanggul kembali senjatanya dan turun ke medan jihad untuk
melindungi nyawa penduduk desa dan kotanya.
Di medan jihad, ia menjadi sniper handal yang telah banyak menewaskan
tentara, polisi dan sniper rezim Nushairiyah Suriah. Situs-situs
koordinator lokal Homs dan akun-akun facebook penduduk Homs selalu
memberitakan kepahlawanan dan ketangkasan Abu Hamzah sang sniper ulung
ini, yang juga berjuluk “Mur’ib Ash-Shabihah” alias “peneror milisi
Shabihah.”
Selain seorang mujahid yang ahli menembak musuh dan melindungi
rakyatnya, Abu Hamzah juga dikenal luas sebagai tokoh teladan dan orang
yang “dituakan” di kalangan mujahidin Suriah, ia berwibawa dan
dihormati. Hampir setiap hari ia menyerukan kepada seluruh mujahidin
dari berbagi kesatuan dan kelompok jihad untuk bersatu. Ia mengajak
mereka untuk merapatkan barisan dan bahu-membahu melawan kebiadaban
rezim Nushairiyah Suriah.
Kepada para tentara, polisi dan intel yang masih juga bekerja untuk
rezim Nushairiyah Suriah dan membunuhi rakyatnya sendiri, Abu Hamzah
sering menyerukan agar mereka bertaubat, lari dari kesatuannya dan
bergabung dengan mujahidin. Dalam salah satu pesan terakhirnya, sebelum
ia syahid, Abu Hamzah mengajak kepada mereka untuk memikirkan nasib
anak-anak mereka dan bergabung dengan mujahidin sebelum kesempatan itu
hilang.
Syahid yang dicita-citakan akhirnya datang
Abu Hamzah gugur dalam pertempuran pada hari Jum’at (8/2/2013) di masjid desa Khalidiyah, Homs. Sang sniper gugur oleh peluru tentara rezim Nushairiyah Suriah saat ia melindungi ratusan warga desanya yang menggelar aksi unjuk rasa pasca shalat Jum’at dengan mengusung slogan “Jum’at, berpegang teguhlah kalian dengan tali Allah dan janganlah kalian berpecah belah.”
Abu Hamzah gugur dalam pertempuran pada hari Jum’at (8/2/2013) di masjid desa Khalidiyah, Homs. Sang sniper gugur oleh peluru tentara rezim Nushairiyah Suriah saat ia melindungi ratusan warga desanya yang menggelar aksi unjuk rasa pasca shalat Jum’at dengan mengusung slogan “Jum’at, berpegang teguhlah kalian dengan tali Allah dan janganlah kalian berpecah belah.”
Abu Hamzah memang telah gugur di jalan Allah. Cita-cita syahidnya
telah ia temui. Namun namanya akan senantiasa tercatat dalam sejarah
panjang jihad abad modern ini. Rakyat muslim Suriah, khususnya penduduk
kota Khalidiyah dan provinsi Homs pada umumnya, akan senantiasa
meriwayatkan sejarah ketegaran dan kepahlawanannya di medan jihad.
Semoga Allah menerima amal kebajikan Abu Hamzah Al-Qannash,
menempatkannya pada surga yang tertinggi Al-Firdaus dan memberikan
kesabaran kepada keluarga yang ditinggalkannya. Rahmat Allah mengiringi
kepergianmu, wahai Abu Hamzah dan ridha Allah telah menunggumu, in syaa
Allah